1. Pengertian
Profesi
Profesi
pada hakikatnya adalah suatu pernyataan atau suatu janji terbuka yang menyatakan bahwa seseorang itu mengabdikan dirinya
pada suatu jabatan atau pelayanan
karena orang tersebut merasa terpanggil untuk menjabat pekerjaan itu.
Istilah profesi, menurut Everest Hughes (dalam Piet A Sahartian, 1994)
merupakan simbol dari suatu pekerjaan dan selanjutnya menjadi pekerjaan itu
sendiri.
Hoyle,(dalam Dedi supriadi, 1997) merupakan salah satu versi tentang
ciri-ciri pkok suatu profesi
walaupun tidak sepenuhnya dapat sesuai dengan kebutuhan, dan kondisi kitayaitu:
a.
Fungsi signifikan sosial: suatu profesi merupakan suatu
pekerjaan yangmemiliki
fungsi dan signifikansi sosial yang benar.
b.
Keterampilan: untuk mewujudkan fungsi ini dituntut
derajat keterampilantertentu.
c.
Proses pemrolehan ketrampilan tersebut bukan hanya
dilakukan secara rutin,melainkan
sifat pemecahan masalah atau penanganan situasi krisis yang
menuntut pemecahan.
d.
Batang tubuh ilmu: suatu profesi didasarkan pada suatu
disiplin ilmu yang jelas,
sistematis dan ekplisit.
e.
Masa pendidikan: upaya mempelajari dan menguasai batang
tubuh ilmu danketerampilan-keterampilan tersebut membutuhkan masa latihan yang
sama, bertahun-tahun, dan tidak cukup hanya beberapa minggu atau bulan.
Hal inidilakukan sampai tingkat perguruan
tinggi.
f.
Sosialisasi nilai-nilai profesional: proses pendidikan
tersebut juga merupakanwahana
untuk sosialisasi nilai-nilai profesional dikalangan para siswa/mahasiswa.
g.
Kode etik: dalam memberikan pelayanan kepada client,
seorang profesional berpegang
teguh kepada kode etik yang pelaksanaannya dikontrol oleh
organisasi profesi. Setiap pelanggaran taerhadap kode etik dapat dikenakan
sanksi
2. Syarat-syarat
Profesi Kependidikan
National Education Association
(,Sucipto,Kosasi,dan Abimanyu,1994) menyusun sejumlah syarat atau kriteria yang
mesti ada dalam jabatan guru,yaitu;
a. Jabatan yang melibatkan kegiatan
intelektual;
b. Jabatan yang menggeluti suatu batang
tubuh ilmu yang khusus;
c. Jabatan yang memerlukan persiapan
profesional yang lama(bandingkan dengan pekerjaan yang memerlukan latihan umum
belaka);
d. Jabatan yang memerlukan latihan
dalam jabatan yang berkesinambungan;
e. Jabatan yang menjanjikan karir hidup
dan keanggotaan yang permanen;
f. Jabatan yang menentukan baku
(standarnya)sendiri;
g. Jabatan yang lebih mementingkan
layanan diatas keutungan pribadi
h. Jabatan yang mempunyai organisasi
yang kuat dan terjalin erat.
Gambaran rinci tentang syarat-syarat
jabatan kependidikan tersebut dijelaskan sebagai berikut:
a. Jabatan yang melibatkan kegiatan
intelektual.
b. Jabatan yang menggeluti batang tubuh
ilmu yang khusus.
c. Jabatan yang memerlukan persiapan
profesional yang lama.
d. Jabatan yang memerluka latiha dalam
jabatan yang berkesinambungan.
e. Jabatan yang menjanjikan karier
hidup dalam keanggotaan yang permanen.
f. Jabatan yang menentukan baku
(standarnya)sendiri.
g. Jabatan yang lebih mementingkan
layanan diatas keutungan pribadi.
h. Jabatan yang mempunyai organisasi
profesional yang kuat dan terjalin erat.
Lebih khusus Sanusi: dkk(1991)
mengajukan 6 asumsi yang melandasi perlunya profesionalisasi dalam
pendidikan,yakni sebagai berikut:
a. Subjek pendidikan adalah manusia yang
memiliki kemauan, pengetahuan, emosi,dan perasaan.
b. Tenaga semiprofesional,merupakan
tenaga kependidikan yang berkualifikasi pendidikan tenaga kependidikan D3
atau setara telah berwenang mengajar secara mandiri tetapi masih harus
melakukan konsultasi dengan tenaga kependidikan yang lebih tinggi jenjang
profesionalnya,baik dalam hal perencanaan,pelaksanaan,penilaian,maupun
pengendalian pengajaran.
c. Tenaga para profesional,merupakan
tenaga kependidikan yang berkualifikasi pendidikan,tenaga kependidikan D2
kebawah,yang memerlukan pembinaan dalam perencanaan,penilaian, dan pengendalian
pengajaran.
3. Kode Etik
Profesi Kependidikan
Kode etik merupakan
pernyataan-pernyataan yang berisi persyaratan tindakan yang harus dilakukan dan
tindakan yang tidak boleh dilakukan oleh pihak-pihak terkait dalam kegiatan
layanan.Kode etik berisi seperangkat nilai,sebab nilai-nilai dan etik erat
kaitannya.Etik seseorang individu mencerminkan nilai yang mereka anut.
Menurut Hermawan(1979),tujuan umum
kode etik profesi adalah:
a.
Untuk
menjunjung tinggi martabat profesi.Diharapkan kode etik dapat menjaga pandangan dan kesan dari
pihak luar atau masyarakat,agar mereka tidak memandang rendah atau remeh
profesi yang bersangkutan.
b.
Untuk
menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggotanya.Kesejahteraan yang dimaksud meliputi
kesejahteraan lahir (material) maupaun kesejahteraan bathin(spiritual/mental).
c.
Untuk
meningkatkan pengabdian para anggota profesi.Hal ini berkaitan dengan peningkatan kegiatan pengabdian
profesi,sehingga anggota profesi dapat dengan mudah mengetahui tugas dan
tanggung jawab dalam melaksanakan tugasnya.
d.
Untuk
meningkatkan mutu profesi.Untuk
itulah kode etik memuat norma-norma atau anjuran agar anggota profesi selalu
berusaha untuk meningkatkan mutu pengabdian para anggotanya.
e.
Untuk
meningkatkan mutu organisasi profesi.Setiap anggota profesi diwajibkan secara aktif
berpartisifasi dalam membina organisasi profesi dan kegiatan-kegiatan yang
direncanakan oleh organisasi.
4. Kedudukan
dan Peranan Guru Sebagai Evaluator
Peranan
guru di sekolah ditentukan oleh kedudukannya sebagai orang dewasa, sebagai
pengajar, pendidik dan sebagai evaluator dan sebagai pegawai.Yang paling utama
ialah kedudukannya sebagai pengajar dan pendidik, yakni sebagai guru.
Bedasarkan kedudukannya sebagai guru ia harus menunjukkan kelakuan yang layak
bagi guru menurut harapan masyarakat.
Apa yang
dituntut dari guru dalam aspek etis, intelektual dan sosial lebih tinggi dari
pada yang dituntut dari orang dewasa lainnya. Guru sebagai pendidik dan Pembina
generasi muda harus menjadi teladan, didalam maupun diluar sekolah. Guru harus
senantiasa sadar akan kedudukannya selama 24 jam sehari. Dimana dan kapan saja
ia akan selalu dipandang sebagai guru yang harus memperlihatkan kelakuan yang
dapat ditiru oleh masyarakat, khususnya oleh anak didik.
Penyimpangan
dari kelakuan yang etis oleh guru mendapat sorotan dan kecaman yang lebih
tajam. Masyarakat tidak dapat membenarkan pelanggaran-pelanggaran seperti
berjudi, mabuk, pelanggaran seks, korupsi atau ngebut, namun kalau guru
melakukannya maka dianggap sangat serius . Guru yang berbuat demikian akan
dapat merusak murid-murid yang dipercayakan kepadanya. Orang yang kurang
bermoral dianggap tidak akan mungkin menghasilkan anak didik yang mempunyai
etik tinggi.
Sebaliknya
harapan-harapan masyarakat tentang kelakuan guru menjadi pedoman bagi guru.
Guru-guru memperhatikan tuntutan masyarakat tentang kelakuan yang layak bagi
guru dan menjadikannya sebagai norma kelakuan dalam segala situasi sosial di
dalam dan di luar sekolah. Ini akan terjadi bila guru menginternalisasi
norma-norma itu sehingga menjadi bagian dari pribadinya. Ada norma-norma yang
umum bagi semua guru di suatu Negara, adapula yang di tentukan oleh norma-norma
yang khas yang berlaku di daerah tertentu menurut adat istiadat yang terdapat
dilingkungan itu.
Kedudukan guru juga ditentukan oleh
fakta bahwa ia seorang dewasa .Dalam masyarakat kita orang yang lebih tua harus
di hormati. Oleh sebab guru lebih tua daripada muridnya maka berdasarkan
usianya ia mempunyai kedudukan yang harus dihormati, apalagi karena guru juga
dipandang sebagai pengganti orang tua. Hormat anak terhadap orang tuanya
sendiri harus pula diperlihatkannya terhadap gurunya dan sebaliknya guru harus
pula dapat memandang murid sebagai anak (Nasution,1995).
Adapun sejumlah kegiatan yang harus
dilakukan guru sejalan dengan peranannya sebagai evaluator dalam interaksi
belajar-mengajar ini adalah:
a. Memahami sejumlah prinsip yang
bersangkutan dengan penilaian terhadap rancangan program, pelaksanaan program
serta penilaian hasil belajar, baik yang dimanfaatkan untuk memahami tingkat
pencapaian tujuan pengajaran maupun tingkat penguasaan materi pengajaran.
b. Berusaha mengidentifikasi fungsi dan
pemanfaatan lanjut dari evaluasi, misalnya apakah berkaitan dengan perbaikan
rancangan program karena hasil belajar ternyata tidak sesuai dengan situasi
belajar-mengajar yang akan diciptakan, untuk mengadakan bimbingan belajar,
bimbingan pribadi atau mungkin juga bersangkutan dengan pelaksanaan program itu
sendiri.
c. Merancang alat pengukur yang akan
digunakan, baik dalam kaitannya dengan penilaian rancangan program pengajaran,
pelaksanaan pengajaran, terutama yang bersangkutan dengan rancangan tes yang
memiliki sasaran siswa sebagai subjek belajar.
d. Mengembangkan rancangan tes sesuai
dengan bentuk yes yang telah ditetapkan, sesuai dengan tujuan serta pengalaman
belajar yang dimiliki siswa.
e. Berusaha memahami tingkat kelebihan
alat pengukur yang digunakan.
f. Mengadministrasikan tes, baik dari
pemberian skor, penentuan hasil, pengarsipan, dan penyimpanan alat ukur.
g. Menyusun bahan umpan-balik hasil tes
terhadap siswa maupun guru itu sendiri sebagai perancang maupun pelaksana
program dalam interaksi belajr-mengajar. (Masnur,Hasanah, Bassenang,1987).
kak daftar pustakanya gada? biar bisa cari dri mna ini diambil!!
BalasHapus