Kamis, 15 Januari 2015

Konsep Dasar Profesi Kependidikan


1.      Pengertian Profesi
Profesi pada hakikatnya adalah suatu pernyataan atau suatu janji terbuka yang menyatakan bahwa seseorang itu mengabdikan dirinya pada suatu jabatan atau pelayanan karena orang tersebut merasa terpanggil untuk menjabat pekerjaan itu.
Istilah profesi, menurut Everest Hughes (dalam Piet A Sahartian, 1994) merupakan simbol dari suatu pekerjaan dan selanjutnya menjadi pekerjaan itu sendiri.
Hoyle,(dalam Dedi supriadi, 1997) merupakan salah satu versi tentang ciri-ciri pkok suatu profesi walaupun tidak sepenuhnya dapat sesuai dengan kebutuhan, dan kondisi kitayaitu:
a.       Fungsi signifikan sosial: suatu profesi merupakan suatu pekerjaan yangmemiliki fungsi dan signifikansi sosial yang benar.
b.      Keterampilan: untuk mewujudkan fungsi ini dituntut derajat keterampilantertentu.
c.       Proses pemrolehan ketrampilan tersebut bukan hanya dilakukan secara rutin,melainkan sifat pemecahan masalah atau penanganan situasi krisis yang menuntut pemecahan.
d.      Batang tubuh ilmu: suatu profesi didasarkan pada suatu disiplin ilmu yang jelas, sistematis dan ekplisit.
e.       Masa pendidikan: upaya mempelajari dan menguasai batang tubuh ilmu danketerampilan-keterampilan tersebut membutuhkan masa latihan yang sama, bertahun-tahun, dan tidak cukup hanya beberapa minggu atau bulan. Hal inidilakukan sampai tingkat perguruan tinggi.
f.       Sosialisasi nilai-nilai profesional: proses pendidikan tersebut juga merupakanwahana untuk sosialisasi nilai-nilai profesional dikalangan para siswa/mahasiswa.
g.      Kode etik: dalam memberikan pelayanan kepada client, seorang profesional berpegang teguh kepada kode etik yang pelaksanaannya dikontrol oleh organisasi profesi. Setiap pelanggaran taerhadap kode etik dapat dikenakan sanksi

2.      Syarat-syarat Profesi Kependidikan
National Education Association (,Sucipto,Kosasi,dan Abimanyu,1994) menyusun sejumlah syarat atau kriteria yang mesti ada dalam jabatan guru,yaitu;
a.       Jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual;
b.      Jabatan yang menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus;
c.       Jabatan yang memerlukan persiapan profesional yang lama(bandingkan dengan pekerjaan yang memerlukan latihan umum belaka);
d.      Jabatan yang memerlukan latihan dalam jabatan yang berkesinambungan;
e.       Jabatan yang menjanjikan karir hidup dan keanggotaan yang permanen;
f.       Jabatan yang menentukan baku (standarnya)sendiri;
g.      Jabatan yang lebih mementingkan layanan diatas keutungan pribadi
h.      Jabatan yang mempunyai organisasi yang kuat dan terjalin erat.
Gambaran rinci tentang syarat-syarat jabatan kependidikan tersebut dijelaskan sebagai berikut:
a.       Jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual.
b.      Jabatan yang menggeluti batang tubuh ilmu yang khusus.
c.       Jabatan yang memerlukan persiapan profesional yang lama.
d.      Jabatan yang memerluka latiha dalam jabatan yang berkesinambungan.
e.       Jabatan yang menjanjikan karier hidup dalam keanggotaan yang permanen.
f.       Jabatan yang menentukan baku (standarnya)sendiri.
g.      Jabatan yang lebih mementingkan layanan diatas keutungan pribadi.
h.      Jabatan yang mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.
Lebih khusus Sanusi: dkk(1991) mengajukan 6  asumsi yang melandasi perlunya profesionalisasi dalam pendidikan,yakni sebagai berikut:
a.       Subjek pendidikan adalah manusia yang memiliki kemauan, pengetahuan, emosi,dan perasaan.
b.      Tenaga semiprofesional,merupakan tenaga kependidikan yang berkualifikasi pendidikan  tenaga kependidikan D3 atau setara telah berwenang mengajar secara mandiri tetapi masih harus melakukan konsultasi dengan tenaga kependidikan yang lebih tinggi jenjang profesionalnya,baik dalam hal perencanaan,pelaksanaan,penilaian,maupun pengendalian pengajaran.
c.       Tenaga para profesional,merupakan tenaga kependidikan yang berkualifikasi pendidikan,tenaga kependidikan D2 kebawah,yang memerlukan pembinaan dalam  perencanaan,penilaian, dan pengendalian pengajaran.
3.      Kode Etik Profesi Kependidikan
Kode etik merupakan pernyataan-pernyataan yang berisi persyaratan tindakan yang harus dilakukan dan tindakan yang tidak boleh dilakukan oleh pihak-pihak terkait dalam kegiatan layanan.Kode etik berisi seperangkat nilai,sebab nilai-nilai dan etik erat kaitannya.Etik seseorang individu mencerminkan nilai yang mereka anut.



Menurut Hermawan(1979),tujuan umum kode etik profesi adalah:
a.      Untuk menjunjung tinggi martabat profesi.Diharapkan kode etik dapat menjaga pandangan dan kesan dari pihak luar atau masyarakat,agar mereka tidak memandang rendah atau remeh profesi yang bersangkutan.
b.      Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggotanya.Kesejahteraan yang dimaksud meliputi kesejahteraan lahir (material) maupaun kesejahteraan bathin(spiritual/mental).
c.       Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi.Hal ini berkaitan dengan peningkatan kegiatan pengabdian profesi,sehingga anggota profesi dapat dengan mudah mengetahui tugas dan tanggung jawab dalam melaksanakan tugasnya.
d.      Untuk meningkatkan mutu profesi.Untuk itulah kode etik memuat norma-norma atau anjuran agar anggota profesi selalu berusaha untuk meningkatkan mutu pengabdian para anggotanya.
e.       Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi.Setiap anggota profesi diwajibkan secara aktif berpartisifasi dalam membina organisasi profesi dan kegiatan-kegiatan yang direncanakan oleh organisasi.
4.      Kedudukan dan Peranan Guru Sebagai Evaluator
Peranan guru di sekolah ditentukan oleh kedudukannya sebagai orang dewasa, sebagai pengajar, pendidik dan sebagai evaluator dan sebagai pegawai.Yang paling utama ialah kedudukannya sebagai pengajar dan pendidik, yakni sebagai guru. Bedasarkan kedudukannya sebagai guru ia harus menunjukkan kelakuan yang layak bagi guru menurut harapan masyarakat.
Apa yang dituntut dari guru dalam aspek etis, intelektual dan sosial lebih tinggi dari pada yang dituntut dari orang dewasa lainnya. Guru sebagai pendidik dan Pembina generasi muda harus menjadi teladan, didalam maupun diluar sekolah. Guru harus senantiasa sadar akan kedudukannya selama 24 jam sehari. Dimana dan kapan saja ia akan selalu dipandang sebagai guru yang harus memperlihatkan kelakuan yang dapat ditiru oleh masyarakat, khususnya oleh anak didik.
Penyimpangan dari kelakuan yang etis oleh guru mendapat sorotan dan kecaman yang lebih tajam. Masyarakat tidak dapat membenarkan pelanggaran-pelanggaran seperti berjudi, mabuk, pelanggaran seks, korupsi atau ngebut, namun kalau guru melakukannya maka dianggap sangat serius . Guru yang berbuat demikian akan dapat merusak murid-murid yang dipercayakan kepadanya. Orang yang kurang bermoral dianggap tidak akan mungkin menghasilkan anak didik yang mempunyai etik tinggi.
Sebaliknya harapan-harapan masyarakat tentang kelakuan guru menjadi pedoman bagi guru. Guru-guru memperhatikan tuntutan masyarakat tentang kelakuan yang layak bagi guru dan menjadikannya sebagai norma kelakuan dalam segala situasi sosial di dalam dan di luar sekolah. Ini akan terjadi bila guru menginternalisasi norma-norma itu sehingga menjadi bagian dari pribadinya. Ada norma-norma yang umum bagi semua guru di suatu Negara, adapula yang di tentukan oleh norma-norma yang khas yang berlaku di daerah tertentu menurut adat istiadat yang terdapat dilingkungan itu.
Kedudukan guru juga ditentukan oleh fakta bahwa ia seorang dewasa .Dalam masyarakat kita orang yang lebih tua harus di hormati. Oleh sebab guru lebih tua daripada muridnya maka berdasarkan usianya ia mempunyai kedudukan yang harus dihormati, apalagi karena guru juga dipandang sebagai pengganti orang tua. Hormat anak terhadap orang tuanya sendiri harus pula diperlihatkannya terhadap gurunya dan sebaliknya guru harus pula dapat memandang murid sebagai anak (Nasution,1995).
Adapun sejumlah kegiatan yang harus dilakukan guru sejalan dengan peranannya sebagai evaluator dalam interaksi belajar-mengajar ini adalah:
a.       Memahami sejumlah prinsip yang bersangkutan dengan penilaian terhadap rancangan program, pelaksanaan program serta penilaian hasil belajar, baik yang dimanfaatkan untuk memahami tingkat pencapaian tujuan pengajaran maupun tingkat penguasaan materi pengajaran.
b.      Berusaha mengidentifikasi fungsi dan pemanfaatan lanjut dari evaluasi, misalnya apakah berkaitan dengan perbaikan rancangan program karena hasil belajar ternyata tidak sesuai dengan situasi belajar-mengajar yang akan diciptakan, untuk mengadakan bimbingan belajar, bimbingan pribadi atau mungkin juga bersangkutan dengan pelaksanaan program itu sendiri.
c.       Merancang alat pengukur yang akan digunakan, baik dalam kaitannya dengan penilaian rancangan program pengajaran, pelaksanaan pengajaran, terutama yang bersangkutan dengan rancangan tes yang memiliki sasaran siswa sebagai subjek belajar.
d.      Mengembangkan rancangan tes sesuai dengan bentuk yes yang telah ditetapkan, sesuai dengan tujuan serta pengalaman belajar yang dimiliki siswa.
e.       Berusaha memahami tingkat kelebihan alat pengukur yang digunakan.
f.       Mengadministrasikan tes, baik dari pemberian skor, penentuan hasil, pengarsipan, dan penyimpanan alat ukur.
g.      Menyusun bahan umpan-balik hasil tes terhadap siswa maupun guru itu sendiri sebagai perancang maupun pelaksana program dalam interaksi belajr-mengajar. (Masnur,Hasanah, Bassenang,1987).

1 komentar:

  1. kak daftar pustakanya gada? biar bisa cari dri mna ini diambil!!

    BalasHapus